Kiat
Menjadi Guru Profesional
Saya ingin memetik sebuah falsafah Inggris yang menjadi
pegangan mereka yang jaya dalam bidangnya. “Nobody plans to fail, but many fail
to plan. So let us work and work aur plan”–“Seseorang yang gagal merancang
tindakan, ia akan gagal pula dalam bekerja. Oleh karena itu marilah kita
rancang langkah kita”.
“Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah
meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah
sesuatu yang layak diabadikan.” (Franklin)
Lewat tulisan, berbagai macam ide terdokumentasikan menjadi
data otentik serta catatan sejarah proses kehidupan pada masanya. Lewat kutipan
ini pula “kiat guru profesional” menghadap pembaca.
Mencermati berbagai model perkembangan institusi pendidikan
terkini, maka terbentang masa yang menggugah nyali para pendidik untuk
mengoptimalkan potensi generasi berkualitas. Guru dengan mentalitas pendidik
(nurturer/educator) yang mumpuni di bidangnya, adalah tuntutan dalam dunia
pendidikan. Jadi, bukan hanya menjadi dambaan lembaga sekolah. Subyek
didik pun menganggapnya sebagai ‘guru favorit’. Jika demikian halnya, lalu
bagaimana untuk mewujudkannya?
Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi sebagai guru?
Bagaimana respon peserta didik saat kegiatan pembelajaran berlangsung?
Dan bagaimana hasil evaluasi organisasi? Apapun jawaban yang Anda
berikan, akan tetap memicu serta memacu diri, bahwa kita senantiasa perlu
memperbaiki dan mengislahkan kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional) diri. Islah adalah satu konsep yang sangat ditekankan dalam Islam.
Orang beriman jika mempunyai pekerjaan, maka ia selalu
mengerjakannya dengan professional dan amalnya dilaksanakan dengan tuntas.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani disebutkan bahwa “Sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla suka seorang hamba yang kalau dia bekerja dengan itqon
(profesional, tuntas dan berstandar).”
Tips
Guru Profesional
- Merancang strategi pembelajaran terbaik
Hasan Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang
yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan
meraba-raba di jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan,
lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat penting
dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola mengajar
dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas, ulangan,
laporan, dst. Sebuah tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika
dipersiapkan secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka
perlu dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan
menyalakan ‘nyali’ lebih awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum
menanam, lihat dulu lahannya. Menurut Rasulullah n, ada tiga tipe.
Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air.
Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang
lain. Dan ketiga adalah “qi’anun” bak padang
pasir.
- Jernihkan visi dan peran sebagai guru
Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai
pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran
kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai
komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang
bertanggung jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru
profesional.
Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan
tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan
guru kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan
merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
- Hakikat anak didik
Hakikat anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang
sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya
masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik
secara konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya.
Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.
Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum
maksimal dalam mengajar !
Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana
menjadi luar biasa! Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi
nilainya jika isi dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya
barang lokal jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam
produk yang bernuansa global.
Ingat lagi kondisi peserta didik!
Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam
menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek didik yang unik,
beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan nalarnya serta kecenderungannya.
Multikarakter subyek didik, akan menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’
sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu,
mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik
yang optimal sesuai fitrahnya.
- Guru sebagai apa?
Guru sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan
sesuatu. Adakalanya cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang
memerlukan contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa.
Guru harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai
macam informasi untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber
pembelajaran dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan
teknologi harus terus dikembangkan.
Guru sebagai fasilitator?
Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina
dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya
dengan ringan hati memfasilitasi siswa untuk menunjang proses
pembelajaran.
Hendaknya ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta
didik terhadap perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara
kreatif dan inovatif. Temukan metodologi yang tepat sebagai sarana
pembelajaran.
- Menentukan metode pembelajaran
Untuk menentukan metode pembelajaran hendaknya guru berangkat
dari masalah yang dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi
guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal,
interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan,
partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa dapat
dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau motivasi
belajar yang bergelombang/tidak konsisten.
Apapun kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman,
bahwa metode belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual,
dan terakhir mekanis/kinetis. Maksudnya? Pertama, anak lebih mudah
memahami dengan uraian yang langsung ia dengar. Kedua, mereka lebih
mudah menyerap materi pelajaran jika disampaikan dengan peragaan langsung/gambar
atau imitasi dari tampilan objek yang sebenarnya. Selanjutnya, penjelasan
dengan gerak atau ekspresi yang terhayati (gerakan sholat, seni suara, kungfu).
Desain belajar bisa di mana saja asal lingkungannya mendukung ke
arah KBM.
- Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas
Realita membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban
dalam mengapresiasi bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru
perlu mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam.
Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan terkuak.
Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit, sehingga mudah
dimengerti oleh peserta didik.
- Memperhatikan adab pendidik
Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :
1. Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri. “Sesungguhnya
aku bagi kalian seperti ayah terhadap anaknya.” (R. Abu Dawud).
2. Tidak merendahkan ilmu lain yang bukan bidangnya.
3. Mengamalkan ilmu. Jangan sampai perkataannya sendiri
diingkari oleh perbuatannya.
- Meneguhkan keyakinan kepada Allah l.
Kita tentunya lebih bermotivasi sekiranya kita sadar bahwa
Allah l akan senantiasa menolong hamba-Nya dalam setiap tindakan. Sekiranya
benar-benar ikhlas mengharapkan ridho-Nya. Jika hati belum ‘jinak’, sulit
rasanya hidayah akan meresap. Bukankah Rasulullah n pernah
bersabda, “Tidak (sempurna) iman di antara kamu, sehingga hawa nafsunya
tunduk terhadap apa yang aku bawa”.
Kesuksesan itu berawal dari hati dan pikiran seseorang dalam
memandang sesuatu. Jika internalnya positif, maka eksternalnya juga akan
mengiringinya. Epictetus mengatakan, “Kita tidak terganggu oleh hal-hal di luar
kita, melainkan oleh bagaimana pikiran kita dalam memandang sesuatu.” Kata
kuncinya adalah, jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah
berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi
negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi sehat + Tindakan Pantas.
Wallahu A’lamu bisshowwab.
Referensi :
Ahmad, Sabri.2006. Melakar Kejayaan dalan Belajar. Sintok:
University Utara Malaysia
Brotowidjoyo, Mukayat D.1985. Penulisan Karangan
Ilmiah.Jakarta: Akademika Pressindo.
Bakar, Usman Abu.2009.Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Dan
Modern.Diktat Kuliah.
Majalah Solusi No. 18. September 2010.
Majalah Hidayatullah.Edisi Khusus I/2011.
Martin,Anthony Dio. 2008.Emotional Quality Management.
Jakarta: HR Excellency
0 komentar:
Posting Komentar