Sebagai anak, aku berusaha untuk
patuh dan taat kepada orang tua, karna dalam agamaku mewajibkan begitu.
Ketika mereka menjodohkanku dengan pemuda pilihan nya, aku pun meng iyakan.
Untuk di ketahui, aku bukan gadis lugu waktu itu, hanya karena tak pernah ada teman laki laki yang datang kerumahku
Memang nyatanya aku tak punya pacar, dan memang tak pacaran, karena inginku
Ketika mereka menjodohkanku dengan pemuda pilihan nya, aku pun meng iyakan.
Untuk di ketahui, aku bukan gadis lugu waktu itu, hanya karena tak pernah ada teman laki laki yang datang kerumahku
Memang nyatanya aku tak punya pacar, dan memang tak pacaran, karena inginku
pacaran setelah menikah.
Jika memang jodohku karena orang tuaku, maka aku ikhlas menjalaninya, dan dengan yakin aku menerima lamarana itu, walau usiaku waktu itu masih 22 tahun.
Jika memang jodohku karena orang tuaku, maka aku ikhlas menjalaninya, dan dengan yakin aku menerima lamarana itu, walau usiaku waktu itu masih 22 tahun.
Singkat cerita, aku mulai berkenalan dengan calon suamiku,Dia sangat sopan, untuk ukuran ke gantengan, dia cukup, dari situlah aku belajar mencintainya, sambil merencanakan pesta pernikahan yang hanya tinggal 2 minggu
Kami bahu membahu menyiapkan segala keperluan serta kebutuhan.
Dan tibalah hari yang akan sangat menentukan itu, setelah semalam ada acara serah serahan pengantin laki laki, siang ini rencana akad nikah akan dilangsungkan dirumahku, tepatnya jam 13.00.
Berarti tenda, hidangan dan tamu sudah siap menjadi saksi pernikahanku.
Waktu sudah menunjukan jam 11.45, aku masih dalam kamar dengan riasan yang di buat secantik mungkin
Dan tepat jam 12.00 aku keluar menuju tempat akad yang sudah di siapkan, sambim menunggu calaon suamiku yang masih di dandani, aku berusaha berdoa semoga aku bisa tetap teguh hati melewati hari yang sangat sakral.
Barulah calon suamiku keluar dan menghampiriku yang sudah menunggu, dan tak pernah terbayang sebelumnya,
Datanglah 2 wanita yang sama sekali tak aku kenal.
Keduanya sambil menangis memegang kedua tangan calon suamiku.
Mereka meminta membatalkan akad nikahnya tanpa menghiraukan perasaanku.
Aku berusaha tenang. aku berusaha menenangkan kedua wanita itu.
Tapi nyatanya, kedua wanita itu malah semakin kenceng tangisnya, dalam isaknya mereka bila, kalau mereka telah hamil sama calon suamiku
Bagai terkena halilintar, aku terdia, aku menangis, apalagi melihat kedua orang tuaku pingsan.
Aku pergi masuk kekamar, dan aku kunci dari dalam.
Tak habis pikir, betapa malunya keluargaku, lamat aku dengar dari dalam kamar, pesta itu menjadi sunyi, dan tragis.
Sampai sekarang tak pernah aku lupakan
0 komentar:
Posting Komentar